Kamis, 14 Juni 2012

Ini Medan, Bung! (part. 1)

Walaa, akhirnya kami sampai di kota si ucok. Meeedaaan! 

Saya dan seorang teman, dewi, ditugaskan untuk meliput kegiatan kantor di kota ini. Kami baru sampai di medan lewat tengah malam setelah melewati perjalanan yang cukup melelahkan dan memancing emosi. Betapa tidak, penerbangan yang dijadwalkan pukul 19.45 belum juga terbang.  Tidak kami sangka, malam itu hujan turun deras. Kami juga tidak sepenuhnya menyalahkan pihak maskapai atas keterlambatan ini. Kami sadar hujan adalah kehendak alam. Tapi, perut yang lapar inilah yang membuat kami emosi. Terlebih, saat itu kami tidak membekali diri dengan makanan. Alhasil, selama menunggu, kami tidak hentinya menggerutu.

Sesekali, saya membaca buku bacaan yang selalu saya persiapkan untuk membunuh waktu. Dewi lebih memilih untuk berkicau di twitter. Setelah menunggu hampir tiga jam, cuaca mau berdamai. Hujan memang belum sepenuhnya reda. Pukul 22.30, akhirnya pesawat kami terbang.

Setengah satu malam, kami tiba di bandara Polonia. Cuaca di kota ini tidak jauh beda dengan kondisi di bandara soetta dua jam yang lalu. Hujan rintik-rintik, seakan malu-malu menunjukkan keganasannya. Kami sebenarnya sudah mengantongi alamat hotel dimana kami menginap. Tapi, kami kebingungan. Tidak tampak ada taksi berlogo burung biru. Beberapa supir yang melihat wajah kebingungan kami menawarkan jasanya. Mereka mengklaim bahwa taksi mereka adalah taksi bandara. Kami berdua tidak yakin. Jelas saja, dari semua penampakan taksi-taksi itu, tidak ada yang meyakinkan kalau taksi mereka adalah taksi bandara. Supir taksi tidak berseragam, kondisi taksinya pun kurang terawat. 

Kedua alat komunikasi yang kami punya tidak lagi punya power. Tidak ada seorangpun yang bisa kami tanyai. Dua gadis, tengah malam, di kota asing. Kami tidak punya pilihan. Akhirnya, kami memberanikan diri. Kami menerima tawaran seorang supir sedari tadi terus membujuk kami.

Kami menumpangi taksi eeuuh…entah apa nama taksinya. Saya tidak ingat. Hmm, atau memang tidak ada nama dan logonya yah? Entahlah. Malam itu, saya dan dewi cukup lelah untuk hanya mengingat nama taksi yang kami tumpangi. 

Kami masuk, merebahkan diri ke kursi mobil. AC mobil yang mengalir kencang ini langsung terasa di kulit. Si supir menyetel lagu berbahasa batak. Sama kencangnya dengan AC mobil yang menerpa badan kami yang lelah. Huf, tidak ada di antara kami yang meminta si supir untuk mengecilkan AC mobil atau volume musiknya. Kami terlalu malas, lelah, bahkan untuk berbicara. Mata kami sudah lima watt. Redup.

Saya melihat keadaan mobil. Mobil ini lebih tampak seperti kendaraan pribadi. Tidak ada identitas pengemudi. Beberapa hiasan mobil tergantung dekat kaca spion. Juga, tidak ada argo yang biasanya menghiasi di setiap taksi. 
“Gak, pake argo bang?”
“Gak.”
“Jadi, tarifnya berapa, bang?”
“yah, biasanya lah. Tujuannya kemana?”
“hotel novotel, jalan Cirebon..”
“oooh, itu di kota. Deket. Enam puluh ribu saja..”
Tidak ada tawar-menawar. Kami segera mengiyakan. Kami hanya ingin cepat tiba di hotel. Bayangan kasur putih, bersih nan empuk sudah ada dalam pikiran saya.
“datang darimana dek?”
Pak supir membuka obrolan. Saya enggan menjawab. Kini, Dewi yang mengambil alih pembicaraan. Dia mengaku bahwa kami adalah pegawai magang yang akan membantu pelaksanaan kegiatan kantor dan sedang kuliah di Jakarta. Yaah, sedikit kebohongan tak apalah. :D
Sedangkan si supir mengaku bahwa ia pernah menetap lama di Jakarta. Istri dan anaknya kini masih tinggal di Jakarta, tepatnya di daerah Tambun.

Sepuluh menit saja, kami sudah tiba di Novotel. Sepi sekali. “Wajar saja, ini kan jam satu malam..", pikir saya. Segera kami menghampiri meja lobby, meminta kunci kamar hotel yang sebelumnya telah dipesan.

Dan, lagi-lagi..ada saja hal yang tidak beres. Kamar yang kami pesan telah dialihkan untuk orang lain. Panitia beralasan karena sampai tengah malam tadi kami belum sampai di hotel dan kami tidak bisa dihubungi. 
Hati saya mendongkol.
"Jelas saja, saat itu kan kami masih di pesawat. Semua alat komunikasi dilarang untuk  dinyalakan..heuh.."
Kami mencoba menghubungi panitia. Kami menjelaskan alasan keterlambatan kami. Cuaca buruk, penerbangan ditunda, HP tidak aktif. Kami berharap ada respon dari panitia. Setengah jam kami menunggu, dan selama itu pula tidak ada respon dari panitia.

Oke. Saya kesal. Saya marah. Saya kembali menghampiri lobby. Meminta kejelasan nasib kami. Seorang pelayan hotel membantu kami menghubungi panitia acara.
"Yaudah mas, dibuka satu kamar lagi ajah..", jelas seorang panitia di ujung telepon sana.
 "Maaf mbak, gini, malam ini semua kamar sudah full booked..", jawab si pelayan hotel.
Hati ini semakin dongkol.
"Gila yaah, dua orang perempuan, baru tiba dari luar kota pada dini hari, ditelantarkan begitu saja..", gerutu saya dalam hati
Bukannya apa-apa. Panitia yang mengurus akomodasi itu juga seorang perempuan. Mengapa dia tidak bisa memposisikan dirinya sebagai kami.

Pelayan hotel masih berbicara dengan panitia untuk mendapatkan cara terbaik yang bisa didapatkan. Segerombolan penghuni hotel yang baru datang setelah bersenang-senang selewat memperhatikan kami. Saya berpikir, berusaha mencari cara. Mencoba menghubungi panitia lainnya.
dari: putri
ke: 08119xxxxx
Mas, ini putri ama mbak dewi. Kami baru dtg dr jkrta, td pesawat delay karna cuaca buruk. kami br dtng jam 1 pagi ini, dan kamarnya fullbooking, sementara semua kamar yang udah dibooking udah ada isinya semua, gimana ya?
dari:  08119xxxxx
ke: putri
Aq jg ga tau solusinya, maybe join kamar 913 pake extrabed. Jam 23.30 aq tlp hpmu gak msk2 utk confirm jd pake novotel gak, krn gak ada konfirmasi drmu kita pastiin km pake htl lain krn km hny sms jam 17 td itu aja, pak mamang jam 24 mlm td akhirnya pake kamarmu, dan skrg dihub dia uda tdr hp ga diangkat2
Darah saya seketika naik ke kepala. Alasan yang sama. Saya berusaha tenang. tenang..tenaaang..te..naaang..teeee..nang.. Saya tidak mau memperpanjang masalah ini lagi. Walaupun dada ini masih bergetar, saya berusaha membalas pesan singkat tersebut dengan bijak.

dari: putri
ke: 08119xxxxx
Iya mas. Kami kan msh d pesawat jam segitu. Jkrta ujan besar bgt. Jd Penerbangan di delay 2,5 jam. Selanjutnya, ini jd pembelajaran ajah buat kita bersama mas. Lain kalo, jgn pake asumsi. Makasih. Maaf menggangu. :)
Senyuman yang saya berikan dalam pesan singkat tentunya bukan senyum ikhlas, tapi senyum sinis. Dan saya berharap, mas mas ini bisa merasakan senyum sinis saya. :)
Yaah, Tuhan akhirnya menolong kami. Baru saja ada penghuni yang mengosongkan kamarnya. Kami menunggu setengah jam (lagi). Setelah kamar siap dipakai, kami segera menuju kamar.
"Kasuur..kasuur..saya ingin merebah..aah, kasuurr.."

  **bersambung**







Tidak ada komentar: